Kompas.com - Kasus AIDS di Jawa Timur menjadi yang
tertinggi di Indonesia tahun 2011, melampui Papua dan DKI Jakarta.
Demikian data yang dirilis Kementerian Kesehatan dari 10 provinsi dengan
kumulatif kasus AIDS terbanyak sampai dengan September 2011.
"Dari
angka prevalensi Jatim jauh lebih rendah dari Papua. Tapi angka
kumulatifnya lebih tinggi," kata dr. H.M Subuh, Direktur Jenderal
Pengendalian Penyakit Menular Langsung (PPML), saat temu media di Gedung
Kementerian Kesehatan, Jumat, (25/11/2011).
Data menunjukkan,
mulai Januari-September 2011 jumlah penderita AIDS di Jatim sebanyak
4318 orang, Papua 4005 orang, dan DKI Jakarta 3998 orang.
Menurut
Subuh, faktor ketidaktahuan terkait penularan virus HIV masih menjadi
masalah besar yang harus dibenahi karena masih banyak masyarakat yang
belum tahu bagaimana penularan virus HIV.
"Pengetahuan itu tidak
selalu identik dengan tingkat pendidikan. Misalnya seseorang yang
berpendidikan rendah tapi dia lebih rajin pergi ke posyandu, dia akan
lebih tahu bagaimana proses penularan HIV ketimbang mereka yang punya
pendidikan tinggi," katanya.
Subuh mengatakan, prevalensi jumlah
penderita HIV di Indonesia saat ini sudah menunjukkan tren positif
ketimbang tahun-tahun sebelumnya. Meski begitu, perlu tetap dilakukan
upaya sosialisasi yang lebih komprehensif terutama soal penggunaan
kondom dan peningkatan pengetahuan masyarakat tentang HIV/AIDS.
"Prevaleni
HIV/AIDS saat ini 0,2 persen sedangkan sasaran MDGs dibawah 0,5 persen.
Makin tinggi tingkat pengetahuan bagaimana cara penularan HIV, makin
tahu bagaimana pencegahannya," tegasnya.
Ia mengatakan, selain
persoalan medis, masalah sosial menjadi hambatan dalam penanggulangan
HIV/AIDS, terutama yang berkaitan dengan stigma dan diskriminasi. "Masih
banyak stigma dimasyarakat yang menganggap bahwa HIV/ADIS sebagai
penyakit kutukan, akibat tindakan amoral," paparnya.
Sikap dan
tindakan stigma serta diskriminasi tersebut tidak akan menguntungkan
dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS. Sebaliknya akan merugikan dalam
rangka pencegahan dan penanggulangan secara keseluruhan.
"Diskriminasi
dan stigma muncul karena ketidaktahuan. Kita harus punya prinsip bahwa
yang kita musuhi dan hindari adalah virusnya bukan orangnya," tandasnya.( disarikan dari kompas tgl 26 Nov 2011)
0 komentar:
Posting Komentar